Berinvestasi Properti Secara Amatiran

Ibu saya pernah berpesan, jika ada uang investasikan dalam bentuk property. Tanah pekarangan atau sawah. Alasannya sederhana, aset tersebut relatif aman.


Ternyata benar, meskipun hanya seorang petani sederhana. Rumah yang hingga kini kami tinggali berdiri di atas pekarangan seluas 700 meter adalah hasil pembelian. Bukan warisan.



Bahkan ada cerita unik, karena pada saat pembayaran masih kurang. Bapak dan Ibu nembung ke penjual, apakah jika pembayaran sudah lunas hasil kebun menjadi hak pembeli. 


Ternyata oleh pemilik tanah, diperkenankan. Saat itu ada beberapa pohon durian yang sedang berbuah. Dua di antaranya cukup besar. Akhirnya ada seorang pedagang durian yang meminjami uang untuk melunasi. Hasil durian kemudian dijual.

...

Tampaknya ajaran untuk berinvestasi dalam bentuk properti itu cukup mengesan dalam ingatan. Sekitar tahun 2011 ketika awal-awal bekerja di sektor formal. Kantor tempat istri bekerja ada program membeli kavling bareng-bareng untuk karyawan. Akhirnya kami ambil satu kavling. Tidak luas, hanya sekitar 140 meter. Harga saat itu Rp70 juta. Sebagian uang kami pinjam dari bank.


Karena semula berupa tanah yang luas kemudian dikavling. Proses pecahnya cukup lama. 


...

Sekitar tahun 2019, lewat iklan di Grup WhatsApp saya tertarik dengan sebuah rumah di atas lahan tidak terlalu luas. Hanya sekitar 41 meter. Letaknya cukup strategis, tidak jauh dari Ringroad. Pemilik mematok harga sekitat Rp100 juta. 


Bersama seorang kawan, saya cek property tersebut. Hanya butuh sekitar satu jam, saya putuskan untuk melakukan deal. Saya tinggali DP tidak seberapa, sekitar Rp3 juta.


...

Sampai pada tahun 2020 seorang kenalan datang ke rumah. Membawa selembar sertifikat tanah seluas lebih kurang 800 meter. Lokasinya menurut saya lumayan strategis. Harga yang ditawarkan saat itu sekitar Rp350 juta. Sebetulnya sudah saya jelaskan kalau saat itu belum ada dana yang cukup. Ia terus mendesak agar bisa dibantu membeli atau menjualkan. 


Akhirnya terjadi kesepakatan. Cukup bayar DP dan sisa pembayaran bisa diangsur selama 6 bulan. Maka itulah angsuran yang bagi saya cukup besar. Setiap bulan membayar Rp38 juta.


Dengan mempertimbangkan asas manfaat dan kedekatan lokasi dengan tempat tinggal akhirnya dua property awal yang saya beli saya jual.


Kunci penjualan property adalah tidak tergesa-gesa, agar mendapatkan harga yang tinggi. Karena tolak ukur calon pembeli ternyata memang berbeda. Ada yang menganggap harga penawaran terlalu mahal, wajar, dan ada pula yang menganggap murah. Memang unik.


Singkat cerita property pertama yang kami beli seharga Rp70 juta laku Rp123 juta. Naik Rp53 juta dalam waktu sekitar 5 tahun. Cerita terkait ini pernah saya tulis di Kuliah Sore Pak Parman.


Sebetulnya harganya bisa lebih dari itu, karena kavling sebelah laku di atas Rp140 juta. Sampai-sampai dari Dinas Pendapatan Daerah tidak percaya, dan saya harus membayar pajak lebih tinggi dari harga kesepakatan  Anehkan? 


Property kedua lebih unik lagi. Sempat saya tawarkan dengan harga terendah Rp130 juta, ternyata malah laku Rp160 juta. Artinya dalam waktu sekitar 2 tahun, nilainya bertambah menjadi Rp50-60 juta. Tentang ini pernah saya tawarkan dalam tulisan Rumah Murah dalam Ringroad


Dengan penjualan dua property itu lumayan membantu untuk melunasi kekurangan pembayaran lahan yang seluas lebih dari 800 meter.


Tulisan ini sekadar sharing saja. Bagi saya investasi property cukup menarik. Saya teringat nasihat dari pengasuh Ponpes Property Indonesia, Pak Bambang.


"Milikilah tanah meskipun hanya satu atau dua meter."


Pesantren yang ia asuh terkenal dengan semboyan TUAN, Tanah Untuk Anak Negeri. Agar orang-orang asli Indonesia tidak hanya menumpang di negerinya sendiri.

Tidak ada komentar untuk " Berinvestasi Properti Secara Amatiran"