Timah di Atas Bukit

Orang yang duduk di sebelah saya bertanya.

"Coba lihat mas, itu apa mas? Banyak lubang di bawah sana?" Sesaat sebelum pesawat kami mendarat. Saya tahu, itu pertannyaa ujian, karena saya percaya beliau sudah tahu jawabnya.


Danau Kaolin


Untung, meskipun saya lahir dan besar di pedalaman Sleman. Jauh dari kota. Kata orang 'adoh ratu, cerak watu'. Jauh dari raja, dekat dengan bebatuan. Tetapi saya cukup punya bekal kegemaran membaca buku-buku dan bahan literasi lainnya. Jadi punya jawaban atas pertanyaan tersebut.

"Itu bekas penambangan timah Pak," jawab saya.


Kami mendarat di Bandara Depati Amir Bangka Belitung. Malamnya perjalanan kami teruskan dengan mobil menuju salah satu bekas pabrik timah terbesar di Bangka. Letaknya di tepi pantai. Tepatnya di bekas PT Koba Tin, di Kabupaten Bangka Tengah.

Ini merupakan pabrik timah tertua di Indonesia. Berdiri sejak 1966. Dengan teknologi modern menjadikan Indonesia dikenal sebagai produsen Timah terbesar di Dunia.

Jejak kemegahan PT Koba Tin masih bisa dilihat hingga sekarang. Deretan perumahan 'mewah' yang berjajar di sepanjang pantai menjadi bukti kemakmuran saat itu. Termasuk luasan area pabrik yang dikelilingi benteng. Sisa produkti timah pun masih bisa dilihat.

Perjalanan PT Koba Tin terhenti ketika perusahaan induk mereka, Kayuara Mining Group resmi tutup dan pailit pada tahun 2015.

Saya sempat menginap di bekas area PT Koba Tin bersama seperta Perkemahan Pramuka Madrasah Nasional (PPMN)


-----
Hari berikutnya, perjalanan kami menuju 'Danau Warna' Lepas dari jalan aspal, kami harus melewati jalanan tanah merah. Alhamdulilah cukup lancar. Saya tidak bisa membayangkan kondisinya jika musim hujan.

Dan benar, kami disuguhi danau dengan air yang berwarna-warni. Begitu indah. Bagi orang yang tidak tahu cerita di sebaliknya. Tetapi bagi para pecinta lingkungan, keindangan itu seperti pisau yang menyayat, sebab ia berasal dari bekas tambang timah yang merusak lingkungan. Danau itu bernama Kaolin.

---
Setelah beberapa hari di Bangka. Rombongan pulang terlebih dahulu. Dan saya pulang sendirian karena berbeda jam keberangkatan pesawat. Dan juga, membawa kunci kontak motor rental yang kebetulan terbawa. Jadilah saya menunggu di Bandara terpisah dari rombongan.

Tidak berapa lama, datang seorang lelaki muda. Sudah lazim, ketika di Bandara, orang lebih asyik dengan gadget dan enggan saling menyapa. Entah karena sungkan atau takut mengganggu orang lain. Tetapi karena waktu penerbangan saya masih terasa lama, akirnya saya mencoba membuka percakapan dengan orang di samping saya.

Pembicaraan agak nyambung, karena dia berasal dari Purworejo, Jawa Tengah. Tidak jauh dari tempat tinggal saya di pedalaman Sleman. Jadi lebih cair, mengobrol dengan bahasa jawa.

Lantas ia bercerita, ia hendak ke Jakarta. Ia menerangkan pekerjaan selama di Bangka. Sebagai penambang timah ilegal. Mereka biasanya berangkat menuju ke tengah hutan, atau area yang tidak terdeteksi aparat. Mendirikan tenda di sana dengan segala perbekalan. Dan melakukan penambahan selama beberapa hari. Kemdudian hasil tersebut dijual secara diam-diam.

Saya pun penasaran dengan hasil yang didapatkan. Ia lantas mengeluarkan contoh biji timah yang sengaja ia bawa, untuk sampel ke Jakarta. "Kalau satu kaleng susu, kira-kira harganya Rp200 ribu mas," jelasnya. Saya tidak paham itu ukuran kaleng susu seberapa.

Tetapi jika melihat data harga timah. Per kilogram memang bisa mencapai Rp200 ribu, bahkan yang termahal bisa di atas Rp500 ribu.

Sadarlah saya bahwa memang harga timah cukup menggiurkan. Maka penduduk lokal rela bertaruh nyawa untuk bisa menambang timah di tanah mereka sendiri. Ketimbang hanya menjadi penonton, sementara kekayaan tanah mereka diangkut ke negeri orang.

---
Mencuatnya kasus Timah Rp271 triliun, tidak menjadi sesuatu yang aneh. Sebab memang sejak dulu, Timah menjadi komoditas yang menggiurkan. Hanya orang-orang serakah saja yang mengubah adagium: .... dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat menjadi untuk sebesar-besarnya kemakmuran keluarga.

Miris.


Tidak ada komentar untuk "Timah di Atas Bukit"