Antara Pakistan dan Qom Madrasah Shici dan Jaringan Transnasional Baru


Mariam Abou Zahab dalam tulisan tersebut mengulas dampak revolusi Iran terhadap pendidikan madrasah yang ada di Pakistan. Penulis mengulas kondisi Pakistan sebagai wilayah yang dihuni penganut syiah, bahkan diperkirakan saat ini jumlahnya mencapai 15 hingga 20 persen. Sebagian besar merupakan penganut Syiah dua belas. Jika ditelisik dari sejarah, syiah masuk ke Pakistan pasca tragedi terbunuhnya Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.



Tetapi, mayoritas Syiah di Pakistan berasal dari Hindu. Mereka menganut Syiah setelah islamisai yang dilakukan para dai. Dalam bidang pendidikan, terjadinya revolusi di Iran telah mengubah cara pandang pendidikan madrasah di Pakistan menjadi lebih maju dan moderat. Hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan semakin terbuka. Ulama-ulama perempuan Pakistan telah mencoba melakukan pembaharuan melalui dunia pendidikan.

Kondisi ini menyebabkan kalangan konservatif merasa terancam karena gerakan modernisasi semacam itu dapat menggerus kekhasan budaya Syiah. Maka gerakan para ulama perempuan tersebut mendapatkan halangan, seperti yang terjadi pada tahun 2005 ketika seorang ulama modernis dari Kenya diusir karena mengkritik tradisi local di hadapan 400 perempuan.

Namun seiring waktu kemajuan madrasah di Pakistan tidak bisa lagi dibendung. Madrasah perempuan Pakistan telah menjalin kerjasama ilmiah dengan Qom di Iran yang dipandang sebagai pusat penting Syiah. Kebijakan Iran yang berusaha mengekspor ideologinya ke berbagai Negara, termasuk Pakistan telah menciptakan kemajuan bagi madrasah perempuan. Tetapi juga menimbulkan dampak negatif berupa ketegangan antara Sunni dengan Syiah di Pakistan.

Kedekatan Syiah Pakistan dengan Iran juga dibuktikan dengan dikirimnya para siswa madrasah untuk melanjutkan studi mereka di Qom atau di Najaf sebagai kota penting bagi penganut Syiah seluruh dunia. Dalam tulisannya, Mariam Abou Zahab juga menguraikan karakteristik beberapa madrasah yang berbeda dalam silabus dan metode pengajarannya.
Misal Jamiat Al Mumtazar di Lahore yang mernjadi madrasah Syiah paling bergengsi di Pakistan. Mereka merekrut kalangan perkotaan dan terasa kuat pengaruh Iran di Madrasah ini. Mereka berpakaian secara modern dan menerapkan silabus yang mirip dengan madrasah di Qom, Iran.

Dalam tulisan ini, penulis meneliti tentang pendidikan madrasah syiah di Pakistan yang mendapat pengaruh kuat dari Iran. Madrasah-madrasah didirikan untuk menanamkan ideologi syiah dan menyiapkan para ulama Syiah. Beberapa madrasah yang diteliti merupakan madrasah dengan siswa perempuan.

Antara madrasah yang satu dengan yang lain memiliki kekhususan dalam pendidikan dan kurikulumnya. Hal tersebut sesuai dengan output yang diinginkan. Terdapat madrasah yang mengkaji ilmu-ilmu keagamaan dan hafidz Alquran, tetapi ada pula madrasah yang dibangun untuk mendidik para ilmuan modern.

Melalui madrasah inilah, ideologi Syiah secara perlahan mampu dikembangkan ke berbagai kalangan. Hal ini tidak terlepas dari upaya Iran untuk menyebarluaskan ideologi mereka. Sehingga secara intens memantau langsung dan menjalin kerjasama dengan madrasah di Pakistan.

Para siswa yang dianggap berpretasi dan layak, diberi kesempatan belajar di Qom dan Najaf di Iran. Mereka yang bisa belajar ke Iran dipandang sebagai siswa yang beruntung, karena tidak banyak yang bisa lolos. Sehingga tujuan Iran menjadikan Syiah sebagai ideologi transnasional secara efektif bisa disalurkan melalui dunia pendidikan.

Meski demikian terdapat penolakan dari para ulama konservatif yang merasa kekhasan budaya mereka bisa terancam. Akibatnya tidak jarang terjadi penolakan secara fisik terhadap ulama modernis. Meski demikian madrasah menjadi sarana yang efektif bagi perempuan di Pakistan untuk mendapatkan kesempatan maju dan berpengetahuan.

Penulis mencoba menguraikan aspek pendidikan yang mampu menjadi alat efektif untuk melakukan infiltrasi ideologi Syiah ke masyarakat di Pakistan. Selain itu, madrasah juga menjadi tempat yang efektif untuk melindungi idiologi Syiah agar terus berkembang dengan mendidik para kader baru yang akan menyebarkan idiologi Syiah di Pakistan.

Argumen dan temuan penulis, Revolusi Iran telah mempengaruhi pola pikir dan sikap Pakistan. Antara lain dengan terbukanya kesempatan perempuan untuk mendapatkan pendidikan di Madrasah. Perempuan di Pakistan memiliki kebebasan untuk mengenyam pendidikan di madrasah sesuai dengan yang diinginkan. Bahkan mereka memiliki kesempatan belajar sampai ke Iran.

Mereka yang telah menempuh pendidikan di Iran kemudian kembali ke Pakistan dan mendirikan madrasah sendiri atau setidaknya menjadi guru. Jarang yang kembali ke Pakistan dan khusus menjadi ibu rumah tangga. Mereka mendapat posisi bergengsi dalam masyarakat. Strategi infiltrasi paham Syiah melalui pendidikan ini terbukti lebih berhasil ketimbang kebijakan sebelumnya yang bersifat seporadis dan mendapat pertentangan keras dari masyarakat Pakistan.

Perubahan kebijakan Iran beralih dengan upaya menciptakan kalangan elit Syiah transnasional di madrasah Qom. Mereka berasal dari berbagai Negara, pada saat yang sama Iran berusaha menciptakan jaringan internasional melalui lulusan yang mereka hasilkan. Perempuan Pakistan yang lulus dari Iran merupakan bagian dari elit tersebut. Mereka kembali ke negaranya dengan membawa pemikiran dan budaya baru yang kental dengan Iran. Sampai tingkatan tertentu bahkan cara berpakaian mereka juga meniru gaya perpakaian khas Iran.

Ini menunjukan upaya perluasan Syiah melalui pendidikan lebih efektif ketimbang propaganda secara terbuka. Karena cenderung mendapatkan penentangan secara fisik. Bahkan mengakibatkan terjadinya bentrokan dan pengusiran. Karena kalangan modernis dianggap sebagai pesaing yang bisa menggusur kebudayaan lama dan pengaruh para tokohnya.

Penelitian yang dilakukan Mariam Abou Zahab menemukan pengaruh nyata Syiah dalam masyarakat di Pakistan terutama melalui bidang pendidikan. Hal ini juga menunjukkan keberhasilan Iran dalam mengekspor ideologinya ke berbagai Negara. Tawaran kebebasan untuk maju dan kesempatan belajar bagi siswa perempuan menjadi daya tarik tersendiri, sehingga madrasah-madrasah Syiah banyak diminati. Jika sebelumnya perempuan hanya dipandang sebagai warga kelas dua, melalui madrasah mereka bisa belajar bahkan hingga ke luar negeri.

Meski demikian kemajuan tersebut tidak selalu berjalan mulus, karena kalangan konservatif tidak ingin kebudayaan dan pengaruh mereka terdegradasi. Maka tidak heran bila terjadi penolakan bahkan bentrokan. Dalam konteks Indonesia, kejadian serupa mirip dengan gagasan KH. Ahmad Dahlan ketika mengadopsi sekolah Belanda dalam proses pembelajarannya. Para murid belajar menggunakan kursi dan meja, berbeda dengan kalangan santri yang sebelumnya belajar dengan sistem lesehan atau belajar dengan duduk di lantai.

Selain mengenalkan pembelajaran mirip Belanda, KH. Ahmad Dahlan juga mengenalkan music, khususnya biola. Pembaruan ini mendapat reaksi keras dari kalangan Kyai pesantren. Karena dianggap pembelajaran yang dilakukan menyerupai orang kafir dan tidak pembelajaran KH Ahmad Dahlan tidak layak disebut pesantren. Meski demikian metode tersebut terus berkembang dan berhasil mendirikan ribuan lembaga pendidikan di seluruh Indonesia.

Dalam beberapa kesempatan, kalangan modernis yang kemudian dikenal dengan Muhammadiyah ini seringkali dicap sebagai wahabi. Karena tegas mengkriktik berbagai kebiasaan masyarakat yang dipandang tidak sesuai dengan Alquran dan Sunnah. Muhammadiyah juga banyak berkembang di area perkotaan ketimbang di pedesaan. Maka pada awal perkembangannya, Muhammadiyah diterima dengan baik di wilayah yang sudah cukup maju khususnya dalam bidang perdagangan semisal di Pekalongan, Banyuwangi, dan Surabaya. [e]



Tidak ada komentar untuk "Antara Pakistan dan Qom Madrasah Shici dan Jaringan Transnasional Baru"