Mencintai Buku-buku



Awal kecintaan saya dengan buku tidak dimulai dengan mudah. Sebenarnya saya tidak suka membaca, lebih tepatnya malas. Dalam pikiran, yang namanya belajar itu adalah mempersiapkan buku sesuai jadwal untuk esok hari. Tidak lebih. Begitu sejak SD hingga SMA.

Hingga setelah kelulusan sebuah jalan harus dipilih. Minat sewaktu di SMA ingin melanjutkan kuliah menjadi guru. Tujuannya meneruskan di UNY. Namun di detik-detik akhir kelulusan keinginan itu berubah.
"Kuliah itu biayanya mahal, kalau menjadi polisi itu cepak," begitu kira-kira nasihat Bapak. Cepak artinya cepat dapat kerja yang jelas dan berpenghasilan.
Saran yang tidak masuk dalam hitungan.
Bapak adalah sosok sederhana yang memilih jalan sebagai petani. Meski sebagian besar teman SD nya banyak yang berhasil di sektor formal. Yang tentu saja mendapat penghormatan lebih ketimbang profesi sebagai buruh tani.
-------
Akhirnya lulus SMA, tidak langsung kuliah. Lagi-lagi karena faktor keterbatasan biaya. Sebagai 'balas dendam' harus mencari sumber ilmu lain, bukan dari bangku kuliah. Maka, puluhan buku menjadi 'bahan lalapan', dari buku motivasi hingga undang-undang sekalipun.
Saya masih ingat, ke kondangan pun saya bawa buku kecil tentang Undang-undang!
Orang mungkin melihat ada yang tak lazim, tapi tekad saya kegagalan masuk perguruan tinggi harus ditebus dengan mencari sumber ilmu lain.
Di pagi dingin, saya sempatkan belajar mengaji 'iqra' di AMM Kota Gede. 05.30 dari rumah, karena pelajaran dimulai jam 06.00 dan biasanya jam 07.00 sudah selesai.
Siang (kalau sempat) atau malam mencoba menulis dengan tulisan tangan dan kadang dengan mesik ketik, pinjam punya tempat Oom saya. Sempat mengirimkan tulisan ke media cetak tapi tak dimuat.
(Pada akhirnya, meski terlambat sempat kuliah, baca di sini : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10214587773709633&set=pob.1280443829&type=3&theater)
------
Rentang 2007-2008 sempat mengajar di sekolah swasta dengan honor tidak genap seperempat Upah Minimum Regional (UMR). Pada tahun 2008, kebetulan mendapat tugas mengawasi ujian Nasional di SMP tempat dulu saya sekolah. Pada selembar kertas, sambil mengawasi para murid saya tulis sederet angka imajiner yang terdiri dari : tahun lahir; bulan lahir; tanggal lahir; tahun; bulan; kode jenis kelamin; kode urutan.
Sebuah deret yang searti dengan nomor induk pegawai alias NIP. Setahun kemudian doa dan harapan tersebut dikabulkan Allah Swt. deret angka yang saya tulis bisa sama persis!
-----
Wong bodo kalah karo wong pinter, wong pinter kalah karo wong beja. Ungkapan tersebut mungkin terkadang benar. Tetapi bagi saya wong beja masih bisa dikalahkan oleh orang yang pinter dan beja!
Sekitar tahun 2010 mulai bertugas, sebagai anak baru masih harus beradaptasi. Maka kemudian banyak waktu longgar, Kesempatan ini saya manfaatkan untuk belajar: membaca dan menulis buku. Hasilnya sebuah buku pada 2011 diterbitkan oleh Pro-U Media Yogyakarta.
Termasuk cukup cepat prosesnya. Bahkan sempat dipanggil dan ditanyai oleh editor kenamaan Mas Yusuf Maulana, dengan pertanyaan selidik: "Ini benar karya Anda sendiri?"
Rupanya Mas Yusuf, ingin memastikan karya itu tulisan saya sendiri. Selanjutnya ia mengungkap, "Tulisan ini sudah matang, tidak seperti tulisan seorang pemula."
Itu adalah awal transformasi saya ke dunia buku. Dari gemar membaca ke gemar menulis. Menerbitkan buku melalui penerbit mayor cukup rumit. Apalagi sekelas penerbit Pro-U Media yang sangat selektif. Bayangkan, untuk satu bulan saja maksimal hanya menerbitkan dua buku! Sebab mereka memang benar-benar mengusung misi: Menerbitkan Gagasan dan Cita-cita.
Beberapa tahun tinggal di negeri 'asing' karena tidak dalam 'habitat' semestinya. Hingga atasan saya Bu Dwika Ika menyarankan untuk meminta kejelasan. Apakah saya akan ditempatkan di habitat semestinya atau di lembaga pendidikan. Pada tahun itu pula saya mendapat kejelasan untuk tetap tinggal di lembaga pendidikan. Ini sama artinya, keahlian dan ijazah saya tidak banyak berguna sebab berbeda mahzab.
(Khusus bab ini bisa disambung lain waktu)
Kini di rumah, terdapat ratusan buku berbaris agak rapi di rak. Sebagai rintisan Taman Bacaan Masyarakat yang saya kelola: Pustaka Rumah Dunia. (silakan bisa di-searching di Google)
Begitulah, bagaimana saya mencintai buku-buku.

Barat || 02/01/2020
Ketika dingin menyapa

Foto: Bendel Majalah Panji Masyarakat yang terbit di tahun 70-80-an. Pemberian dari Bapak Mertua.

Tidak ada komentar untuk "Mencintai Buku-buku"