Relativitas Waktu, Memperpanjang Usia
“Demi masa (waktu). Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati
supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-‘Asr: 1-3)
Apakah sebenarnya
yang dimaksud dengan ‘waktu’, hingga Allah bersumpah demi ‘waktu’? Sejak lama
para ilmuwan dan filsuf (ahli filsafat) mencoba memecahkan misteri tentang
‘waktu’. Hal itu disebabkan karena ‘waktu’ merupakan persoalan penting dalam
kehidupan manusia. Zeno, adalah filsuf pertama yang membicarakan ‘waktu’
dikaitkan dengan ruang dan gerak.
Para tokoh berbeda pendapat dalam memandang ‘waktu’,
namun secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama,
pendapat yang menganggap waktu adalah obyektif (tetap) dan merupakan realitas
riil. Tokoh yang berpendapat demikian diantaranya adalah Descartes. Sedang
Leibniz, dan Augustinus Comte menyatakan bahwa ‘waktu’ merupakan hal yang
subyektif (tergantung individu yang menilainya).
Dari dua teori
tersebut, nampaknya teori kedualah yang banyak diterima dan diikuti saat ini.
Augustinus Comte dalam Confessiones-nya mengatakan bahwa ‘waktu’ bersifat
subyektif. Menurutnya setiap orang mempunyai pengertian sendiri-sendiri tentang
‘waktu’. Meskipun benar menurut satu orang namun belum tentu benar menurut
orang lain.
Ini berarti ‘waktu’ yang kadarnya kita tentukan dengan
jam, hari, minggu, bulan atau pun tahun, hanyalah merupakan istilah-istilah
yang menggambarkan gerakan Bumi mengelilingi Matahari dan bukan merupakan
pengertian ‘waktu’ sesungguhnya.
Pemakaian jam yang kita gunakan saat ini, sebenarnya
telah disesuaikan dengan peredaran sistem Matahari dan itu akan berbeda ketika
kita berada di Venus yang berotasi selama 225 hari. Sehingga tepat apa yang
dikatakan L. Barnet mengutip pernyataan Einstein, bahwa ‘waktu’ tidak dapat
diukur. Karena ‘waktu’ hanya merupakan perpindahan simbolik menurut tempat.
Misalnya satu jam di Bumi adalah peredaran Bumi
mengelilingi porosnya sejauh 15 derajat. Karena Bumi berupa lingkaran yang
mempunyai sudut 360 derajat, maka dalam sehari semalam (satu kali putaran) sama
dengan 24 jam. Jadi yang dimaksud satu jam di Bumi adalah gerakan Bumi sejauh
15 derajat.
Dari
sebuah pernyataan berikut mungkin kita bisa memahami bahwa ‘waktu’ bersifat
relatif.
“Satu
jam saat seorang menanti kekasih akan terasa berbeda dengan satu jam ketika ia
akan dihukum gantung.”
Lalu mungkin kita bertanya berapa kadar ‘waktu’ yang
sebenarnya ? Sampai saat ini belum ada ketetapan yang disepakati para ahli
tentang kadar ‘waktu’. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman,
“Dan Dia mengatur urusan dari langit ke Bumi,
kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya)
adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Q.S.
As-Sajdah: 5)
Dari ayat tersebut jelas sekali perbedaan antara 1 hari
yang dimaksud Allah dengan satu hari menurut perhitungan manusia. Satu hari
berbanding seribu tahun. Subhanallah !
Semua itu bukan hal
yang mustahil, sebagaimana dikemukakan Einstein dalam teori relativitasnya
bahwa semakin cepat suatu objek bergerak, maka ‘waktu’ yang dicatatnya semakin
pendek dibanding dengan objek yang diam relatif (karena para ahli percaya tidak
ada diam yang sebenarnya, semua bersifat relatif).
Perbedaan itu akan semakin terlihat jelas apabila sebuah
objek bergerak dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Contoh mudah,
misalkan kita akan mengikuti ekspidisi ke tata surya lain yang jaraknya sangat
jauh. Kita hanya mampu mencapainya dengan menggunakan pesawat luar angkasa yang
mempunyai kecepatan re-lativistik (mendekati kecepatan cahaya). Perlu
diketahui bahwa kecepatan cahaya mampu mendekati kebenaran dan independen
karena tidak terpengaruh oleh zat perantara. Albert Michelson dan William
Moerely (AS) pada tahun 1887 mengatakan bahwa kecepatan cahaya di mana-mana
sama.
Misalkan pesawat yang kita gunakan itu berkecepatan
900.000.000 km/jam, mendekati kecepatan cahaya yang bergerak dengan kecepatan
1.080.000.000 km/jam. Maka ‘waktu’ yang ada di pesawat kita akan berjalan lebih
lambat dibanding dengan ‘waktu’ di Bumi.
Tidak heran saat kembali ke Bumi ternyata usia kita
lebih muda dari usia yang sebenarnya. Kecepatan re-lativistik telah membuat
‘waktu’ dalam pesawat itu ‘memuai’. Einstein dalam teori relativitas khusus-nya
(1905) mengatakan, gerak berpengaruh terhadap perputaran ‘waktu’ dan masa suatu
benda. Sehingga ‘waktu’ dalam pesawat luar angkasa tersebut lebih lambat dari
‘waktu’ di Bumi. Benarkah begitu ? Wallahua'lam.
Tidak ada komentar untuk "Relativitas Waktu, Memperpanjang Usia"
Posting Komentar