Sosok Sri Purnomo dalam Obrolan di Warung Es Degan
Rabu, 9 Desember 2015. Berpagi menuju
komplek Ponpes Krapyak. Bukan untuk mengaji, tapi mencari sayur dan lauk untuk
sarapan. Di warung yang biasa menjadi jujukan mencari sayur dan lauk karena
lebih praktis dan hemat. Bersama istri dan dua buah hati. Melewati ring road
selatan, ada suasana beda. Lumrahnya selepas subuh lalu lalang lalu-lintas akan
selalu ramai. Tapi pagi ini? Lengang. Segera, efek Pemilihan Kepada Daerah
(Pilkada) secara serentak terasa.
Hari ini banyak orang yang rela untuk
tidak bekerja demi menyalurkan aspirasinya. Sebagian ikhlas berdiam di rumah
demi partisipasi dalam Pilkada. Jika dikalkulasikan secara ekonomi, entah
berapa milyar perputaran uang dalam sektor riil yang terhenti. Apakah para
pimpinan yang mereka pilih kelak akan memahami?
Pagi itu, di sebuah SMP yang dijadikan
TPS juga terlihat persiapan untuk menyambut Pilkada. Di Bantul, dinasti Idham
Samawi akan bertarung melawan purnawirawan Polri. Di atas kertas, Ida Idham
Samawi sebagai incumbent akan sulit dikalahkan. Sebab memiliki basis pendukung
yang loyal.
Sampai jam sebelasan, saya masih bertahan
di Bantul. Belum menyalurkan hak memilih di Kabupaten Sleman yang juga
mengadakan Pilkada. Sebelum akhirnya saya putuskan untuk pulang mencoblos. Di
perjalanan, saya mampir di warung es degan (kelapa muda), karena putriku
mengantuk. Ada seorang bapak yang tengah menikmati es degan. Datang lagi
seorang bapak yang juga membeli. Lalu mengalirlah obrolan seputar pilkada.
Perbincangan diawali dengan prediksi
siapa yang akan menang. Keduanya mengisyaratkan Pilkada kali ini akan sengit. Seorang
mengatakan, kalaupun menang Pak Sri hanya akan unggul tipis. Seorang lagi
menyahuti Bu Yuni memiliki basis masa yang kuat. Sampai, keduanya bertemu dalam
sebuah kesimpulan, tentang kesederhanaan Pak Sri, kepedulian sosialnya dan
entengan.
Kalau ada orang yang terkena musibah
beliau tak sungkan segera menjenguk. Begitupun saat ada orang yang meninggal,
beliau akan ringan untuk takziyah. Belum lagi, sampai saat ini tidak tersandung
kasus korupsi. Keduanya lalu mengutarakan seperti apa kedekatan Pak Sri dengan
masyarakat. Saya pun hanya menyimak dengan seksama. Menikmati obrolan yang cair
mengalir, tanpa bumbu-bumbu pemanis.
Keduanya lalu bergantian meninggalkan
warung. Saya merasa lega atas apa yang saya dengar. Tak perlu lagi saya menjelaskan
tentang sosok Pak Sri. Apalagi menerangkan bahwa sebenarnya beliau dulunya
adalah seorang guru yang mengajar di tempat saya bekerja dan tetap menjalin
silaturahmi dengan rekan-rekan sejawatnya.
Selamat mengemban amanah Pak Sri. Semoga
mampu menjadikan Sleman sebagai Kabupaten yang Menginspirasi!
Tidak ada komentar untuk "Sosok Sri Purnomo dalam Obrolan di Warung Es Degan"
Posting Komentar