#Surat untuk Bapak Presiden (1) : Ketika Allah Menegur Kita




Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Nabi dan Rasul terakhir telah turun, tak akan ada lagi risalah pengganti selain Al Quran dan Al Hadits
Nabi itu bernama Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diabadikan menjadi nama salah satu surat dalam Al Quran. Tepatnya surat ke empat puluh tujuh. Muhammad juga disebut Ahmad, yang jelas lahir di Makkah bukan di tempat lain.

Bapak Presiden yang baik...
Saya tidak bermaksud mengirimkan surat ini langsung kepada Anda, sebab saya tahu tumpukan kertas kerja di meja Bapak tentu telah cukup menyita waktu dan pikiran Bapak. Saya tidak ingin menambah tumpukan itu dengan celotehan tak berarti ini. Sebagai salah satu yang memilih Bapak dalam pemilu lalu, tentu saya ikut punya rasa tanggungjawab akan kepemimpinan Bapak.

Jika Khalifah ‘Umar  pernah menasehati gubernurnya dengan mengirim tulang yang digores dengan pedang, hingga pesan itu membuat sang gubernur gemetar. Ijinkan saya mengirimkan coretan ini lewat dunia maya, semaya harapan saya akan kondisi Indonesia yang lebih baik namun belum juga terwujud.

Bapak Presiden yang baik ...
Hari ini saya membaca berita, tentang seorang anak berusia 12 tahun di daerah Jawa Tengah (Banyumas) yang harus menanggung beban menghidupi ketiga adiknya. Saya juga sering melihat kondisi anak-anak yang harus menempuh puluhan kilometer dan menyeberangi sungai untuk bisa sampai ke sekolah mereka. Kemanakah anggaran pendidikan yang konon 20% itu? Apakah hanya habis untuk membiayai hal-hal tak penting dan tak tepat sasaran?

Ketika saya melewati daerah-daerah di sepanjang jalur pantura arah ke timur, atau jalur selatan arah ke barat. Saya melihat terjadinya kesenjangan yang di luar kewajaran kondisi rumah penduduk yang mampu dan yang tidak mampu. Saya juga miris ketika tahu bahwa jatah beras bantuang pemerintah (raskin) dibagikan kepada mereka yang sebetulnya tak layak mendapatkannya. Kemudian mereka menjualnya dengan alasan kualitas beras yang tidak baik. Regulasi pemerintah harus dikawal sampai ke akar rumput agar tepat sasaran.

Bapak Presiden yang baik ...
Saya mendengar negara kesulitan menanggung beban subsidi BBM, sebagai rakyat kecil saya setuju jika BBM dinaikkan, toh pada praktiknya penikmat  subsidi BBM justru orang berada. Logikanya mudah, orang miskin tak punya kendaraan (mereka naik kendaraan umum, jadi subsidi untuk kendaraan umum saja yang dipertahankan). Lalu untuk apa mereka diberi subsidi BBM? Kompensasi bantuan langsung tunai juga tak tepat sasaran dan tak mendidik. Mereka tak butuh dikasihani, mereka tetap lebih bangga bisa mencari nafkah sendiri. Bekerja dan berkeringat. Jadi lebih baik jika membantu mereka mendapatkan pekerjaan yang layak. Bukan uang tunai.

Bapak Presiden yang baik ...
Saya teringat nasihat Khursid Ahmad yang senada dengan pesan KH. Ahmad Dahlan, “Kegagalan memenuhi kebutuhan kaum fakir miskin, sama dengan mendustakan agama dan hari akhir.”

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Surat Al Maa’uun [107] : ayat 1- 7)

Tidak ada komentar untuk "#Surat untuk Bapak Presiden (1) : Ketika Allah Menegur Kita"